Rabu, 12 Mei 2010
Rahasia di Balik Amarah
Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah 'Azza wa Jalla?'' Rasul langsung menjawab, ''Jangan marah!'' Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.
Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ''Jangan marah!'' Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ''Dan bagimu adalah surga!'' Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.
Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ''Saya lebih baik darinya (Adam--Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'' (QS Al-A'raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.
Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.
Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.
Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama , cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua , lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga , cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).
Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a'lam.
Sumber. www.republika.co.id
Kamis, 15 April 2010
Profil Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
Maulana Habib dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.
Sementara nasab beliau dari jalur ayah:
- Rasulullah Muhammad SAW
- Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
- Imam Husein ash-Sibth
- Imam Ali Zainal Abiddin
- Imam Muhammad al-Baqir
- Imam Ja’far Shadiq
- Imam Ali al-Uraidhi
- Imam Muhammad an-Naqib
- Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
- Imam Ahmad Al-Muhajir
- Imam Ubaidullah
- Imam Alwy Ba’Alawy
- Imam Muhammad
- Imam Alwy
- Imam Ali Khali Qasam
- Imam Muhammad Shahib Marbath
- Imam Ali
- Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
- Imam Alwy al-Ghuyyur
- Imam Ali Maula Darrak
- Imam Muhammad Maulad Dawileh
- Imam Alwy an-Nasiq
- Al-Habib Ali
- Al-Habib Alwy
- Al-Habib Hasan
- Al-Imam Yahya Ba’Alawy
- Al-Habib Ahmad
- Al-Habib Syekh
- Al-Habib Muhammad
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Muhammad al-Qodhi
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Hasan
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Umar
- Al-Habib Hasyim
- Al-Habib Ali
- Al-Habib Muhammad Luthfi
Masa Pendidikan
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayahanda al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu diantaranya:
- Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
- Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)
- Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
- Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.
Perjalanan Ilmiah
Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu beliau melaksanakan ibadah haji serta menjiarahi datuknya Rasulullah Saw., disamping menimba ilmu dari ulama dua tanah Haram; Mekah-Madinah. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.
Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.
Silsilah Thariqah dan Baiat:
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara guru-gurunya itu adalah:
Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah
Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid
- Sanad Naqsyabandiayah al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.
- Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.
Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
- Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
- Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
- Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
- Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
- Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
- Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.
Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
- Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.
Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.
Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:
Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.
Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.
Thariqah Tijaniah:
- Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.
Kegiatan-kegiatan Maulana Habib:
- Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).
- Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
- Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
- Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
- Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
- Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
- Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.
Jabatan Organisasi:
- Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
- Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.
Jumat, 09 April 2010
Habib Luthfi: Kiai, Kembalilah Urusi Umat
Banyaknya anak-anak muda NU kehilangan arah bukan karena kesalahan mereka yang tidak mau belajar tentang NU, akan tetapi karena makin jarangnya para sesepuh dan kiai menularkan ilmu kepada mereka yang disebabkan oleh kesibukan para kiai di bidang yang lain. Jika ada anak-anak NU pindah ideologi, sekali lagi jangan salahkan mereka, mestinya kita harus sadar, bahwa kita belum memberikan yang terbaik kepada mereka.
Dikatakan, kesibukan kiai pada bidang lain yang semestinya bukan menjadi urusannya telah membuat kita prihatin. Sementara yang seharusnya menjadi garapan ulama dan kiai untuk membumikan ajaran aswaja justru terabaikan.
Habib Luthfi pantas marah dan jengkel jika melihat kiprah sebagian kiai saat ini lebih sibuk dibanding orang-orang partai politik. Pasalnya, setiap ada kegiatan lailatul ijtima', kajian hukum Islam (bahtsul masail), maupun kegiatan-kegiatan keagamaan yang dimotori Nahdlatul Ulama jarang mendapat respon, akan tetapi jika diajak bicara seputar pilkada dan sejenisnya mereka sangat antusias.
Menurut Habib Luthfi yang juga Ketua MUI Jawa Tengah, persoalan yang sangat mendasar yang segera digarap oleh para kiai saat ini ialah, bagaimana anak-anak NU ke depan tidak melenceng akidahnya.
"Kita jangan terlena dengan penampilan mereka yang sesungguhnya telah menebar racun yang amat berbahaya bagi generasi penerus kita," tandasnya.
Habib Luthfi meminta kepada para kiai untuk kembali melakukan pembinaan umat secara totalitas melalui kajian kitab dan pembumian ajaran aswaja secara rutin. Jika hal ini tidak segera kita lakukan, jangan berharap NU bisa bertahan pada masa yang akan datang.
Acara yang diikuti para kiai dan tokoh NU se-Kota Pekalongan semula diagendakan untuk membicarakan masalah seputar ke-NU-an pada tahun 2010 mendatang, akan tetapi oleh Habib Luthfi dimanfaatkan untuk memberikan pencerahan sekaligus tausyiyah seputar kiprah kiai di tengah-tengah masyarakat perkotaan. (miz/NU Online)
Tentang Saya
- Ibnu Sulaeman
- ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa