Rabu, 12 Mei 2010
Rahasia di Balik Amarah
Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah 'Azza wa Jalla?'' Rasul langsung menjawab, ''Jangan marah!'' Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.
Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ''Jangan marah!'' Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ''Dan bagimu adalah surga!'' Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.
Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ''Saya lebih baik darinya (Adam--Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'' (QS Al-A'raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.
Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.
Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.
Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama , cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua , lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga , cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).
Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a'lam.
Sumber. www.republika.co.id
Kamis, 15 April 2010
Profil Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
Maulana Habib dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.
Sementara nasab beliau dari jalur ayah:
- Rasulullah Muhammad SAW
- Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
- Imam Husein ash-Sibth
- Imam Ali Zainal Abiddin
- Imam Muhammad al-Baqir
- Imam Ja’far Shadiq
- Imam Ali al-Uraidhi
- Imam Muhammad an-Naqib
- Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
- Imam Ahmad Al-Muhajir
- Imam Ubaidullah
- Imam Alwy Ba’Alawy
- Imam Muhammad
- Imam Alwy
- Imam Ali Khali Qasam
- Imam Muhammad Shahib Marbath
- Imam Ali
- Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy
- Imam Alwy al-Ghuyyur
- Imam Ali Maula Darrak
- Imam Muhammad Maulad Dawileh
- Imam Alwy an-Nasiq
- Al-Habib Ali
- Al-Habib Alwy
- Al-Habib Hasan
- Al-Imam Yahya Ba’Alawy
- Al-Habib Ahmad
- Al-Habib Syekh
- Al-Habib Muhammad
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Muhammad al-Qodhi
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Hasan
- Al-Habib Thoha
- Al-Habib Umar
- Al-Habib Hasyim
- Al-Habib Ali
- Al-Habib Muhammad Luthfi
Masa Pendidikan
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayahanda al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu diantaranya:
- Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas
- Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)
- Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi
- Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.
Perjalanan Ilmiah
Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu beliau melaksanakan ibadah haji serta menjiarahi datuknya Rasulullah Saw., disamping menimba ilmu dari ulama dua tanah Haram; Mekah-Madinah. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.
Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.
Silsilah Thariqah dan Baiat:
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara guru-gurunya itu adalah:
Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah
Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid
- Sanad Naqsyabandiayah al Khalidiyah:
Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.
- Syadziliyah :
Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.
Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:
- Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.
- Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.
- Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
- Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
- Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
- Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.
Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.
Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:
- Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.
Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.
Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:
Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.
Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.
Thariqah Tijaniah:
- Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.
Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.
Kegiatan-kegiatan Maulana Habib:
- Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).
- Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.
- Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)
- Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.
- Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
- Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.
- Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.
Jabatan Organisasi:
- Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.
- Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.
Jumat, 09 April 2010
Habib Luthfi: Kiai, Kembalilah Urusi Umat
Banyaknya anak-anak muda NU kehilangan arah bukan karena kesalahan mereka yang tidak mau belajar tentang NU, akan tetapi karena makin jarangnya para sesepuh dan kiai menularkan ilmu kepada mereka yang disebabkan oleh kesibukan para kiai di bidang yang lain. Jika ada anak-anak NU pindah ideologi, sekali lagi jangan salahkan mereka, mestinya kita harus sadar, bahwa kita belum memberikan yang terbaik kepada mereka.
Dikatakan, kesibukan kiai pada bidang lain yang semestinya bukan menjadi urusannya telah membuat kita prihatin. Sementara yang seharusnya menjadi garapan ulama dan kiai untuk membumikan ajaran aswaja justru terabaikan.
Habib Luthfi pantas marah dan jengkel jika melihat kiprah sebagian kiai saat ini lebih sibuk dibanding orang-orang partai politik. Pasalnya, setiap ada kegiatan lailatul ijtima', kajian hukum Islam (bahtsul masail), maupun kegiatan-kegiatan keagamaan yang dimotori Nahdlatul Ulama jarang mendapat respon, akan tetapi jika diajak bicara seputar pilkada dan sejenisnya mereka sangat antusias.
Menurut Habib Luthfi yang juga Ketua MUI Jawa Tengah, persoalan yang sangat mendasar yang segera digarap oleh para kiai saat ini ialah, bagaimana anak-anak NU ke depan tidak melenceng akidahnya.
"Kita jangan terlena dengan penampilan mereka yang sesungguhnya telah menebar racun yang amat berbahaya bagi generasi penerus kita," tandasnya.
Habib Luthfi meminta kepada para kiai untuk kembali melakukan pembinaan umat secara totalitas melalui kajian kitab dan pembumian ajaran aswaja secara rutin. Jika hal ini tidak segera kita lakukan, jangan berharap NU bisa bertahan pada masa yang akan datang.
Acara yang diikuti para kiai dan tokoh NU se-Kota Pekalongan semula diagendakan untuk membicarakan masalah seputar ke-NU-an pada tahun 2010 mendatang, akan tetapi oleh Habib Luthfi dimanfaatkan untuk memberikan pencerahan sekaligus tausyiyah seputar kiprah kiai di tengah-tengah masyarakat perkotaan. (miz/NU Online)
Rabu, 09 Desember 2009
Perbedaan Itu Indah
Ada kebiasaan menarik yang bisa dipetik dari Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya Pekalongan. Setiap kali Ramadhan datang menjelang, Beliau segera mengubah total jadwal kegiatannya. Waktu yang sebulan penuh itu, khusus dimanfaatkannya untuk beribadah secara total. Waktu tidurpun juga dibatasi, hanya sekitar dua hingga tiga jam sehari.
Selebihnya hanya dipergunakan untuk mentadarus Al Quran, sholat, berdzikir dan berdoa, mengajar santri Ramadhan yang datang dari berbagai daerah serta kegitan ibadah lainnya. Maka jangan heran kalau beliau mampu mengkhatamkan Al Quran dalam waktu sehari semalam.
Itulah pasalnya, setiap kali ada undangan ceramah ke luar kota, tak pernah dihadirinya. Padahal pada bulan-bulan diluar Ramadhan, hal itu kerap sekali dilakukannya. “Dengan menigkatkan ibadah dibulan Ramadhan, akan mencegah hawa nafsu dan membersihkan diri dari dosa-dosa, “ terangnya singkat.
Kalau ditinjau dari sisi kesehatan saja, katanya, puasa itu sebagai proses pembersihan tubuh. Diibarat kannya, tubuh manusia itu bagai sebuah bejana yang tak pernah dicuci. Padahal selama sebelas bulan dipergunakan untuk memasak aneka makanan. Karena tak pernah dibersihkan,
Tentu pencernaan kita tak dapat melakukkan metabolisme tubuh dan menghasilkan darah yang baik. Padahal darah inilah yang bertugas memasok makanan keotak. “ Jika hanya diberi obat pencuci perut saja, tentu tak akan sampai kedasar pencernaan tempat berkumpulnya virus dan kotoran,” jelasnya. “ Jadi, hanya puasalah yang menjangkaunya, “tandasnya.
Habib Luthfi demikian beliau lebih karap dikenal, dilahirkan di Pekalongan Jawa Tengah pada hari Senen tanggal 27 Rajab 1367 H., bertepatan dengan tanggal 10 November tahun 1947 M.
Setelah mendapatkan bimbingan dari Ayahandanya al-Habib al-hafidz ’Ali al-Ghalib, dirinya masuk ke sebuah madrasah Salafiyah. Setelah tiga tahun berada disana, lalu melanjutkan studinya kepondok pesantren Bendokerep, Cirebon, Jawa barat. Disamping itu beliau juga pernah nyantri di pondok pesantren Kliwet Indramayu, berguru kepada Kyai Said Tegal, serta belajar kepada Kyai Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Ali di Purwokerto.
Disamping memperdalam ilmu-ilmu di bidang syari’ah, juga belajar ilmu thariqat dan tasawuf. Dari para gurunya tersebut, beliau mendapatkan ijazah khusus dan umum. Baik itu berkenaan dengan dakwah dan nasyru syari’ah, thariqat, tasawuf, kitab-kitab hadis, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, maupun kitab-kitab tauhid, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab-nasab, kitab-kitab kedokteran dan lain sebagainya.
Melihat ke’alimannya diberbagai bidang keilmuan tersebut, tak salah jika lantas dipundaknya disematkan beragam amanah. Disamping didapuk sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Pekalongan sekaligus diminta untuk menjadi Ketua Umum Majelis Ulama’ Indonesia Jawa Tengan. Bahkan angota syuriah PBNU ini juga dipercaya sebagai Ketua Paguyuban Antar Umat Beriman (Panutan) Kota Pekalongan, serta dua kali menjabat Rais ‘Am Jam ‘iyyah Ahlith ath- Thariqah al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah.
Dipilihnya kembali sebagai Ketua organisasi yang merupakan salah satu Badan Otonom NU ini, kiranya tak berlebihan. Sebab sejak kepengurusan organisasi Thariqah itu berada dibawah kendali beliau, banyak sekali perkembangan yang telah ditorehkannya. Sekitar 30-an pengurus Idaroh Wusto telah terbentuk dan 200 lebih pengurus Idaroh Syu’biyah juga telah menyebar di berbagai cabang daerah.
Keberhasilan menata organisasi Thariqat tersebut tercatat menyebar dari Sabang sampai Merauke. Seperti perkembangan yang ada di Sumatra Utara dan Sulawesi yang sangat menggembirakan. Bahkan dari Papua pun juga mulai memperdalam ilmu-ilmu thariqah berkat kepemimpinannya pula, Hampir seluruh kelompok Thariqat berkembang dengan baik. Seperti thariqat Sadzaliyah, Kholidiyah, Naqsabandiyah, Syatariyah, Qodhiriyah, Tijaniyah dan seterusnya.
Termasuk keberhasilannya pula dalam menertibkan silsilah sanad thariaqat.
Yang paling mengembirakan, Mursyid Thariqah Sadzaliyah ini berhasil menebas fanatisme thariqat yang berdampak pada pengerdilan thariqat-thariqat yang lain. Sebab dipelupuk matanya, Perbedaan itu terlihat sebagai sesuatu yang indah.
Ibarat musik, meski ada perbedaan alat dan aliran, musiknya masih tetap indah untuk dinikmati. “Kalau kita mengikuti dinamika musik, itu luar biasa indahnya. Masing-masing gesekan bisa berpadu menjadi alunan music yang indah. Jadi, alat musiknya memang berbeda-beda, tapi ada harmoni, “ ujarnya memisalkan. “
Dalam sebuah orchestra, masing-masing alat music tak menonjolkan dirinya merasa yang paling penting. Dan masing-masing aliran tak bias mengklaim bahwa dirinya lah yang palinga benar, “ tandasnya.
Kakek lima cucu ini, ternyata memang mahir memainkan berbagai alat music, terutama alat music organ bahkan dari tangan beliau sudah lahir beberapa komposisi music. Dirumahnya memang terdapat seperangkat alat music gambus, yang siap dimainkan sewaktu-waktu. Untuk mengaktualisasikan hobinya itulah, Dibentuklah satu group music gambus yang biasa disebut Marawis.
Bersama lentik jemarinya yang memainkan denting piano, puluhan lagu irama padang pasir mengalun menyirami kalbu gersang pada kehidupan yang makin tak menentu.
Baginya, bermusik adalah merupakan sarana pergaulan yang bias menyentuh segala lapisan. Terutama kepada anak-anak muda.
Dengan daya tarik itulah mereka bisamengikutinya. Atas berbagai sepak terjang yang dilakukannya inilah, eksistensi thariqat menjadi lebih terbuka. Terbukti, kini banyak generasi muda yang berminat dan mulai aktif mengikutinya. “ Padahal sebelumnya mereka tak mengenal apa thariqah itu. Ini sekaligus menepis anggapan, bahwa thariqah hanyalah untuk sekelompok orang yang lanjut usia saja, “ ungkapnya bernada gembira.
Fungsi thariqah, menurut suami Syarifah Salmah Maula Khelah ini adalah untuk mendidik kehidupan manusia agar senantiasa berdekatan dengan Allah dan RasulNya dengan begitu manusia akan lebih mengerti untuk meningkatkan kesadarannya. Sementara buah thariqah, adalah merasa dilihat dan didengar oleh Allah, “Thariqah itu bukanlah ciptaan para syeikh, melinkan ajaran yang bersumber dari Rasulullah.
Itulah sebabnya, thariqah merupakan benteng dari berragam perbuatan syirik,” terang beliau. “Makanya dalam thariqah sering dikumandangkan do’a ; Ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi,” tambahnya menyontohkan.
Ketika manusia sering merasa menjadi bagian yang di lihat Tuhan, sambungnya, maka akan timbul reaksi dalam dirinya. Di antaranya adalah rasa malu kepada Nya. Perasaan semacam itu adalah merupakan tanda keimanan. Bermula dari merasa malu kepada Nabi, kepada ulama’, para pahlawan kusuma bangsa, orang tua, guru, hingga terakhir malu kepada sesamannya.
“Hendaknya kita membangun jiwa dengan senantiasa berdzikir menyebut asmaNya. Dengan begitu secara tidak langsung, kita selalu diingatkan bahwa diri kita sedang dilihat dan didengar oleh Allah,” terangnya bernada harap.
Pada taraf awal, ujarnya, mungkin belum bisa merasakan hasilnya. Namun ketika terus-menerus merasa dilihat dan di dengar Tuhan, tentu akan timbul perubahan dalam diri. Seperti halnya seorang pesilat. Karena kerap berlatih, maka sensor refleksnya menjadi hidup. “Ketika terpeleset, sembilan puluh persen dia akan selamat tanpa cidera. Sementara yang tak pernah latihan, akan lebih banyak cideranya ketimbang selamatnya,”ucapnya membandingkan.
Latihan-latihan semacam itulah, yang akan melahirkan rasa syukur atas segala karunia yang telah diberikanNya. Dan salah satu aplikasi dari rasa syukur itu, adalah dengan menjaga agar indera kita selalu mengerjakan kebaikan dan kebenaran.
Yakni dengan menjaga mata dari pandangan yang buruk, menjaga mulut dari ucapan yang kurang baik, dan seterusnya. “Mata, mulut, telinga dan seluruh anggota tubuh itu bisa dilatih. Demikian pula dengan hati. Cara menjaganya, adalah dengan selalu berprasangka baik terhadap orang lain,” tuturnya memberikan memberikan resep.
Habib Luthfi memang dikenal sebagai sosok yang inklusif dan egaliter. Itulah sebabnya, dirinya menolak tegas sikap tertutup yang kerap melakukan kekerasan yang mengatasnamakan Islam. Sebab menurutnya, Nabi SAW tak pernah mengislamkan seseorang dengan pedang. Bahkan beliau menjaga hak –hak ekonomi kaum Yahudi.
“Sikap keras itulah yang biasanya membuat orang gampang mengkafirkan sesama agamanya,” keluhnya. “Padahal mengislamkan seorang saja, bukan kepalang susahnya. Lha masak mereka malah mengkafirkan orang yang sudah jelas-jelas Islam dengan seenaknya,” sesalnya.
Itulah sebabnya, Habib Luthfi menegaskan, bahwa menjaga harga diri bangsa adalah merupakan sebuah harga mati. Sebab dulu para pejuang dalam mewujudkan kemerdekaan ditempuhnya dengan darah dan air mata.
“Para pahlawan itu pasti merasa sedih, melihat bangsa dan umatnya begitu mudah dipecah-belah. Maka kita harus merapatkan barisan, agar tak gampang bercerai-berai hanya gara-gara warna kelompok dan kepentingan politik yang cuma sesaat,” tegasnya dengan penuh harap.
Senin, 07 Desember 2009
Pengamalan Tasawuf Ala Al Habib Luthfi
Berikut ini petikan wawancara crew Habibluthfiyahya.net dengan Al Habib Luthfi bin Yahya. Dalam wawancara kali ini Al Habib menjelaskan bagaimana tasuf dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Apa pandangan-pandangan Al-Habib tentang tasawuf?
Tasawuf adalah pembersih hati. Dan tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting, bagaimana kita bisa mengatur diri kita sendiri. Semisal memakai baju dengan tangan kanan dahulu, lalu melepaskannya dengan tangan kiri.
Bagaimana kita masuk masjid dengan kaki kanan dahulu. Dan bagaimana membiasakan masuk kamar mandi dengan kaki kiri dulu dan keluar dengan kaki kanan. Artinya bagaimana kita mengikuti sunah-sunah Nabi. Itu sudah merupakan bagian dari tasawuf.
Bukankah hal semacam itu sudah diajarkan orang tua kita sejak kecil?
Para orang tua kita dulu sebenarnya sudah mengeterapkan tasawuf. Hanya saja hal itu tak dikatakannya dengan memakai istilah tasawuf. Mereka terbiasa mengikuti tuntunan Rasulullah. Seperti ketika mereka menerima pemberian dengan tangan kanan, berpakaian dengan memakai tangan kanan dahulu. Mereka memang tak mengatakan, bahwa itu merupakan tuntunan Nabi SAW.
Tapi mereka mengajarkan untuk langsung diterapkannya. Kini kita tahu kalau yang diajarkannya itu adalah merupakan tuntunan Nabi. Itu adalah tasawuf. Sebab tasawuf itu tak pernah terlepas dari nilai-nilai akhlaqul karimah. Sumber tasawuf itu adalah adab. Bagaimana adab kita terhadap kedua orang tua, bagaimana adab pergaulan kita dengan teman sebaya, bagaimana adab kita dengan adik-adik atau anak-anak kita. Bagaimana adab kita terhadap lingkungan kita.
Termasuk ucapan kita dalam mendidik orang-orang yang ada di bawah kita. Kepada anak-anak kita yang aqil baligh, kita harus bener-bener menjaganya agar jangan sampai mengeluarkan ucapan yang kurang tepat kepada mereka. Sebab ucapan itu yang diterima dan akan hidup di jawa anak-anak kita.
Bagaimana sikap kita berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang sudah carut maut?
Mampukah ketika kita berhadapan dengan lingkungan yang demikian itu? Ketika kita asik-asiknya bergurau, maka berhentilah sejenak. Kita koreksi apakah ada sesuatu yang kurang pantas? Agar hal yang demikian itu tak dicontoh atau ditiru oleh anak-anak kita. Itu sudah merupakan tasawuf. Jadi dalam rangka pembersihan hati, bisa dimulai dari hal-hal kecil semacam itu.
Lalu kita tingkatkan dengan tutur sikap kita terhadap orang tua. Ketika kita makan bersama orang tua. Janganlah kita menyantap lebih dahulu sebelum bapak-ibu kita memulai dulu. Janganlah kita mencuci tangan dahulu sebelum kedua orang tua kita mencuci tangannya. Makanlah dengan memakai tangan kanan. Dan jangan sampai tangan kiri turut campur kecuali itu dalam kondisi darurat. Sebab Rasulullah tak pernah makan dengan kedua tangannya sekaligus. Ini sudah tasawuf.
Apa yang sebenarnya menarik dari Al-Habib, sehingga begitu getol menekuni dunia tasawuf?
Yang menarik, karena tasawuf itu mengajarkan pembersihan hati. Saya ingin mempunyai hati yang sangat bersih. Jadi tak sekedar bersih tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karna setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada kita. Itu karena fadhalnya Allah SWT.
Sehingga kita tidak lagi mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola pikir dan lebih-lebih lagi di hati. Sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah.
Ibarat besi, hati kita itu sebenarnya putih bersih. Hanya karena karatan yang bertumpuk-tumpuk lantaran tak pernah kita bersihkan, sehingga cahaya hati itu tertutup oleh tebalnya karat tadi. Na’udzubillah kalau sampai hati kita seperti itu.
Lantas dari mana kita mesti memulai untuk pembersihan hati tersebut?
Ikutlah dahulu ajaran fiqih yang tertera dalam kitab-kitab fiqh. Seperti arkanus shalat (rukun-syarat sholat), lalu adabut shalat, adabut thaharah dan seterusnya. Marilah itu semua kita pelajari dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Ketika kita diundang untuk menghadiri acara walimah di sebuah gedung misalnya, maka kenakanlah pakaian yang bagus-bagus.
Sebab itu demi menghormat dan untuk menyaksikan kehalalan kedua mempelai di pelaminan. Untuk menghormati acara tersebut, kita menggunakan pakaian yang rapi. Sebab pada hakikatnya, kita telah menghormati Allah SWT yang telah menghalalkan hal tersebut.
Kita juga menghormati yang telah mengundang kita, serta menghormati sesama kita dalam gedung atau dalam jamuan tersebut. Kalau kita bisa menyaksikan aqdun nikah (akad nikah) secara demikian, mengapa kalau kita menghadap langsung kepada Allah SWT, tidak pernah melakukan penghormatan yang demikian itu?
A-Habib dikenal sebagai mursyid thariqah, tetapi kelihatan gemar memainkan alat musik?
Di sana kita akan menemukan kekaguman. Ilmullah yang ada dalam music itu sendiri. Diantaranya notnya itu hanya ada 7; do re mi fa sol la si do, do si la sol fa mi re do. Sedangkan oktafnya ada 7, suara miringnya 5, jadi ada 12. Yang memakai adalah di seliruh dunia, dan mengeluarkan lagu yang beragam. Itu merupakan satu hal yang sangat menarik.
Sumber : http://habiblutfiyahya.net
Kearifan Ulama Tanaha Jawa
Di Jawa ada Kiyai namanya Kiyai Hasan, daerah Kraksan. Beliau itu termasuk wali Allah yang luar biasa. Kalau beliau mau kedatangan Ahli Bait, keturunan nabi, Habib, beliau lari menjemput sambil berkata ada raihatul musthafa, ada bau harum badan Rasulullah Saw. Padahal kuturunan nabi itu entah baru sampai dimana.
Diantara Karamahnya. Suatu ketika, saat ada seorang haji menyewa mobil, kebetulan yang jadi sopirnya Ahli Bait (Habib/Syarif). Cuma haji ini tidak tahu kalau itu adalah Ahli Bait. Kiayi Hasan bilang sama anak-anaknya: tolong kamar tidur dirapikan kita mau kedatangan Habib. Habibnya siapa? Tanya putra kiyahi Hasan. Nanti saya tunjukan kalau sudah datang, jawab kiyahi itu.
Setelah haji itu tiba dirumah kiyahi Hasan, kiyahi Hasan bertanya pada haji itu, Haji supirmu dimana? Sopir kula asaren kiyai, Sopir saya tidur Kiyai, Jawab Haji. Kiyahi balik bertanya, e'ka'emmah (dimana)? Di Mobil Kiyahi, jawab Haji. Saya mau dekati dia boleh ya, kiyahi meminta ijin.
Yi tangi Yi' (Habib bangun Bib). Sopir itu kaget, karena seumur-umur tidak ada yang manggil Ayi', atau Habib. Akhirnya dikenal dengan bangsa al Jufri. Kiyahi Hasan ditanya: darimana tahu sopir itu Habib? Dari bau keringatnya, bau keringat kangjeng Nabi, kata kiyai Hasan.
Itu hebatnya ulama-ulama kita dahulu, sejauh itu pandangannya, dari hormatnya pada Ahli Bait Nabi. Dan tokoh-tokoh itu bukan satu dua, Imam Subki, Qadhi Iyadh tahu bagaimana kedudukan Ahli Bait an Nabi dan juga ulama-ulama lain, ujar Al Habib M. Lutfi bin Ali Yahya.
Sumber : www.habiblutfiyahya.net
Tentang Saya
- Ibnu Sulaeman
- ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa ibnu sulaeman Bin Surip Bin Toyib Bin Mustofa